Sunday, February 13, 2011

PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN

Sementara ulama berpendapat bahwa “syari’at” (alqur’an dan hadist) harus di pahami berdasarkan pemahaman masyarakat pada masa turunnya. Ini mengakibatkan antara lain pembatasan dalam memahami teks-teks ayat al-qur’an berdasarkan pemahaman disiplin ilmu dan tingkat pengetahuan masyarakat pada masa turunnya al-qur’an yang jauh terbelakang  dibanding perkembangan ilmu dewasa ini.
Pembatasan di atas tentunya tidak dapat diterima apalagi setelah memperhatikan prinsip al-qur’an bahwa  diturunkan untuk semua manusia pada setiap waktu dan tempat. Adalah mustahil untuk menjadikan semua orang berfikir dengan pola yang sama. Dan karena al-qur’an memerintahkan setiap orang berpikir, maka tentunya setiap orang akan menggunakan  pikirannya antara lain berdasarkan ilmu pengetahuan. Atas dasar ini, pendapat-pendapat yang di kemukakan di atas mengenai pembatasan dalam penafsiran Al-qur’an amat sulit diterima.
Selanjutnya perlu dibedakan antara pemikiran ilmiah kontemporer dan pembenaran setipa teori ilmiah. Ketika ilmu pengetahuan  membuktikan secara pasti dan mapan bahwa bumi kita ini bulat, maka musafir masa kini akan memahami dan menafsirkan firman Allah “dan Allah jadikan untuk kamu bumi ini terhampar” (QS 71:19) bahwa keterhamparan yang dimaksud tidak bertentangan dengan kebulatannya, karena keterhamparan ini terlihat dan disaksikan oleh siapapun dan kemanapun seseorang melangkah kakinya, apalagi redaksi ayat tersebut tidak menyatakan “Allah ciptakan”, tetapi, “jadikan untuk kamu”. Demikian juga ketika eksperimen membuktikan bahwa para ahli telah dapat mendeteksi jenis kelamin( bayi dalam perut), maka pemahaman kita terhadap ayat Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan( hamil) (QS 13:8). Pemahaman kata “apa” beralih dari yang tadinya dipahami sebagai jenis kelamin bayi menjadi lebih umum dari sekedar jenisnya, sehingga mencakup masa depan , bakat jiwa, dan segala perinciannya. Karena kata “apa” dalam istilah al-qur’an dapat mencakup segala sesuatu . disisi lain, kalimat “Allah mengetahui” bukan hanya arti “hanya Allah yang mengetahui” bila yang dimaksud dengan “apa” nya adalah jenis kelamin janin.
Pemahaman dan penafsiran ayat 2 al-qur’an seperti yang dikemukakan di atas tentunya tidak dapat ditempuh bila pembatasan yang dikemukakan oleh sementara ulama di atas diterapkan. Namun, ini tidak berarti bahwa setiap teori ilmiah walaupun yang belum mapan dan pasti dapat dijadikan dasar dalam pemahaman dan penafsiran ayat-ayat al-qur’an , apalagi bila membenarkannya atas nama al-qur’an. Oleh karena itu, pemakaian teori ilmiah yang belum mapan dalam penafsiran ayat al-qur’an , harus dibatasi. Karena hal ini akan mengakibatkan bahaya yang tidak kecil, sebagaimana yang pernah dialami oleh bangsa eropa terhadap penafsiran kitab suci yang kemudian terbukti bertentangan dengan hasil-hasil penemuan ilmiah yang sejati.

No comments:

Post a Comment